Sinopsis Layar Terkembang
Judul : Layar Terkembang
Pengarang : Sutan Takdir Alisjahbana
Penerbit : Balai Pustaka
Pengarang : Sutan Takdir Alisjahbana
Penerbit : Balai Pustaka
Cetakan : 33
Tahun terbit : 2001(terbit pertama kali tahun 1936)
Tebal Buku : 166 Halaman
Tahun terbit : 2001(terbit pertama kali tahun 1936)
Tebal Buku : 166 Halaman
Tuti adalah putri sulung Raden Wiriatmadja. Dia dikenal sebagai seorang
gadis yang pendiam teguh dan aktif dalam berbagai kegiatan organisasi
wanita. Watak Tuti yang selalu serius dan cenderung pendiam sangat
berbeda dengan adiknya Maria. Ia seorang gadis yang lincah dan periang.
Suatu hari, keduanya pergi ke gedung akuarium. Ketika sedang asyik
melihat-lihat ikan, mereka bertemu dengan seorang pemuda. Pertemuan itu
berlanjut dengan perkenalan. Pemuda itu bernama Yusuf, seorang Mahasiswa
Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta. Ayahnya adalah Demang Munaf,
tinggap di Martapura, Sumatra Selatan.
Perkenalan yang tiba-tiba itu menjadi semakin akrab dengan diantarnya
Tuti dan Maria pulang. Bagi yusuf, perteman itu ternyata berkesan cukup
mendalam. Ia selalu teringat kepada kedua gadis itu, dan terutama Maria.
Kepada gadis lincah inilah perhatian Yusuf lebih banyak tertumpah.
Menurutnya wajah Maria yang cerah dan berseri-seri serta bibirnya yang
selalu tersenyum itu, memancarkan semangat hidup yang dinamis.
Esok harinya, ketika Yusuf pergi ke sekolah, tanpa disangka-sangka ia
bertemu lagi dengan Tuti dan Maria di depan Hotel Des Indes. Yusuf pun
kemudian dengan senang hati menemani keduanya berjalan-jalan. Cukup
hangat mereka bercakap-cakap mengenai berbagai hal.
Sejak itu, pertemuan antara Yusuf dan Maria berlangsung lebih kerap.
Sementara itu Tuti dan ayahnya melihat hubungan kedua remaja itu tampak
sudah bukan lagi hubungan persahabatan biasa.
Tuti sendiri terus disibuki oleh berbagai kegiatannya. Dalam kongres
Putri Sedar yang berlangsung di Jakarta, ia sempat berpidato yang isinya
membicarakan emansipasi wanita. Suatu petunjuk yang memperlihatkan
cita-cita Tuti untuk memajukan kaumnya.
Pada masa liburan, Yusuf pulang ke rumah orang tuanya di Martapura.
Sesungguhnya ia bermaksud menghabiskan masa liburannya bersama keindahan
tanah leluhurnya, namun ternyata ia tak dapat menghilangkan rasa
rindunya kepada Maria. Dalam keadaan demikian, datang pula kartu pos
dari Maria yang justru membuatnya makin diserbu rindu. Berikutnya, surat
Maria datang lagi. Kali ini mengabarkan perihal perjalannya bersama
Rukamah, saudara sepupunya yang tinggal di Bandung. Setelah membaca
surat itu, Yusuf memutuskan untuk kembali ke Jakarta, kemudian menyusul
sang pujaan hati ke Bandung. Setelah mendapat restu ibunya, pemuda itu
pun segera meninggalkan Martapura.
Kedatangan Yusuf tentu saja disambut hangat oleh Maria dan Tuti. Kedua
sejoli itu pun melepas rindu masing-masing dengan berjalan-jalan di
sekitar air terjun di Dago. Dalam kesempatan itulah, Yusuf menyatakan
cintanya kepada Maria.
Sementara hari-hari Maria penuh dengan kehangatan bersama Yusuf, Tuti
sendiri lebih banyak menghabiskan waktunya dengan membaca buku.
Sesungguhpun demikian pikiran Tuti tidak urung diganggu oleh
keinginannya untuk merasakan kemesraan cinta. Ingat pula ia pada teman
sejawatnya, Supomo. Lelaki itu pernah mengirimkan surat cintanya kepada
Tuti.
Ketika Maria mendadak terkena demam malaria, Tuti menjaganya dengan
sabar. Saat itulah tiba adik Supomo yang ternyata disuruh Supomo untuk
meminta jawaban Tuti perihal keinginandsnya untuk menjalin cinta
dengannya. Sesungguhpun gadis itu sebenarnya sedang merindukan cinta
kasih seorang, Supomo dipandangnya sebagai bukan lelaki idamannya. Maka
ia menulis surat penolakannya.
Sementara itu, keadaan Maria makin bertambah parah. Kemudian diputuskan
untuk merawatnya di rumah sakit. Ternyata menurut keterangan dokter,
Maria mengidap penyakit TBC. Dokter yang merawatnya menyarankan agar
Maria dibawa ke rumah sakit TBC di Pacet, Sindanglaya JawaBarat.
Perawatan terhadap Maria sudah berjalan sebulan lebih lamanya. Namun keadaannya tidak juga mengalami perubahan. Lebih daripada itu, Maria mulai merasakan kondisi kesehatan yang makin lemah. Tampaknya ia sudah pasrah menerima kenyataan.
Perawatan terhadap Maria sudah berjalan sebulan lebih lamanya. Namun keadaannya tidak juga mengalami perubahan. Lebih daripada itu, Maria mulai merasakan kondisi kesehatan yang makin lemah. Tampaknya ia sudah pasrah menerima kenyataan.
Pada suatu kesempatan, disaat Tuti dan Yusuf berlibur di rumah Ratna
dan Saleh di Sindanglaya, disitulah mata Tuti mulai terbuka dalam
memandang kehidupan di pedesaan. Kehidupan suami istri yang melewati
hari-harinya dengan bercocok tanam itu, ternyata juga mampu membimbing
masyarakat sekitarnya menjadi sadar akan pentingnya pendidikan. Keadaan
tersebut benar-benar telah menggugah alam pikiran Tuti. Ia menyadari
bahwa kehidupan mulia, mengabdi kepada masyarakat tidak hanya dapat
dilakukan di kota atau dalam kegiatan-kegiatan organisasi, sebagaimana
yang selama ini ia lakukan, tetapi juga di desa atau di masyarakat mana
pun, pengabdian itu dapat dilakukan.
Sejalan dengan keadaan hubungan Yusuf dan Tuti yang belakangan ini
tampak makin akrab, kondisi kesehatan Maria sendiri justru kian
mengkhawatirkan. Dokter yang merawatnya pun rupanya sudah tak dapat
berbuat lebih banyak lagi. Kemudian setelah Maria sempat berpesan kepada
Tuti dan Yusuf agar keduanya tetap bersatu dan menjalin hubungan rumah
tangga, Maria mengjhembuskan napasnya yang terakhir. “Alangkah
bahagianya saya di akhirat nanti, kalau saya tahu, bahwa kakandaku
berdua hidup rukun dan berkasih-kasihan seperti kelihatan kepada saya
dalam beberapa hari ini. Inilah permintaan saya yang penghabisan dan
saya, saya tidak rela selama-lamanya kalau kakandaku masing-masing
mencari peruntungan pada orang lain”. Demikianlah pesan terakhir
almarhum Maria. Lalu sesuai dengan pesan tersebut Yusuf dan Tuti
akhirnya tidak dapat berbuat lain, kecuali melangsungkan perkawinan
karena cinta keduanya memang sudah mulai tumbuh bersemi.
KOMENTAR :
Layar
Terkembang memiliki karakteristik sesuai dengan angkatannya yaitu
Pujangga Baru. Novel ini mengangkat tema mengenai emansipasi wnita yang
lekat dengan sosok Tuti. Selain itu juga mengangkat tema mengenai
romantisme yang terjadi antara Yusuf dan Maria. Bahasa yang
digunakannya adalah bahasa Indonesia masyarakat saat itu, kosa katanya
masih sedrhana, dan masih terbawa oleh gaya bahasa melayu. Dalam karya
ini terlihat belum ada sesuatu yang berani menentang Belanda secara
terang-terangan. Namun semangat nasionalisme sudah mulai ada dan tumbuh.
Latar tempat yang digunakan diantaranya adalah Gedung Akuarium di Pasar
Ikan, Rumah Wiriaatmaja, Mertapura di Kalimantan Selatan, Rumah Ratna
dan Saleh, Rumah Sakit di Pacet, Rumah Partadiharja, Gedung
Permufakatan. Sudut pandang yang digunakan adalah Orang ketiga yang
ditandai dengan menggunakan nama dalam menyebutkan tokoh-tokohnya. Alur yang digunakan adalah alur maju.
Amanat yang sangat jelas dalam novel ini adalah seorang wanita harus
mempunyai pengetahuan yang luas, agar dapat dihargai kedudukannya di
dalam masyarakat dan tidak diremehkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar